Muqoddimah

Haji adalah salah satu rukun islam yang ke 5 (lima) yang diwajibkan oleh Alloh SWT kepada orang-orang yang mampu menunaikanya, yakni memiliki kesanggupan biaya serta sehat jasmani dan rohani untuk menunaikan perintah tersebut. Allah SWT berfirman:

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim ; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah . Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
 (QS. Ali-Imran : 97)
Melaksanakan kewajiban haji, hanya sekali seumur hidup. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW Bersabda:
“Hai manusia, Allah telah mewajibkan haji kepadamu, maka laksanakanalah haji, Seorang laki-laki berkata, Apakah setiap tahun Ya Rasulullah? Rasulullah terdiam, hingga laki-laki itu bertanya tiga kali, lalu Nabi menjawab, “Andai kukatakan wajib setiap tahun maka ia menjadi wajib dan kamu tidak akan mampu mengerjakannya.” (HR Muslim, Ahmad dan Nasa’i
Kewajiban melaksanakan haji ini baru disyariatkan pada tahun ke-VI hijriyah, setelah Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah. Nabi sendiri hanya sekali melaksanakan haji yang kemudian dikenal dengan sebutan Haji Wada’. Kemudian tak lama setelah itu, beliau wafat.
Mengerjakan adalah pekerjaan yang sangat mulia dan terpuji. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang melaksanakan haji karena Allah, tidak melakukan rafats (berkata-kata kotor) dan tidak fusuq (durhaka), maka ia kembali suci dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya”. (HR Bukhari dan Muslim)
Diamping melaksanakan ibadah ritual murni, ibadah haji memberikan pesan dan kesan terhadap perjalanan kehidupan seseorang. Berbagai amaliyah haji dihayati memberikan makna dan kesan yang dalam. Amaliyah ibadah haji itu diresapi dan dikerjakan tidak hanya sekedar melaksanakan perintah Allah Yang Maha Bijaksana. Itulah agaknya yang membuat isteri Rasulullah SAW, Siti Aisyah tak mau ketinggalan untuk mengerjakan ibadah haji setiap tahun. Dalam Hadits riwayat Aisyah ra. Dijelaskan:
“Aisyah ra. Berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, “Tidaklah kami ikut berperang dan berjihad bersamamu?” Rasulullah menjawab, “Tetapi jihad yang lebih baik dan sempurna, yaitu mengerjakan haji, haji mabrur” Aisyah berkata, :Sejak itu aku tak pernah meninggalkan haji(setiap tahun), setelah mendengar berita ini dari Rasulullah”. (HR Bukhari)
Memang, bagi seorang jamaah haji berbedanya tahun ia pergi, berbeda pula kesan maknawi haji yan ia peroleh. Bahkan, diantara sesame jamaah sekalipun dalam waktu dan tempat yang besamaan, kesannya selalu berbeda. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya:

supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (QS 22:28)
Dengan mengerjakan haji seseorang akan dapat mengambil berbagai I’tibar dan manfaat, baik yang bersifat materi ataupun hal-hal yang bersifat maknawi. Yang kedua inilah yang biasanya lebih berkesan dan menambah ketaqwaan serta keimanan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah haji. Allah SWT mewajibkan berbagai syariat dan larangan yang tidak lepas dari adanya hikmah, bai yang tersurat maupun yang tersirat.