Hajar Aswad

Hajar Aswad

Hajar Aswad adalah batu berwarna Hitam yang berada di sudut Tenggara Ka’bah. Dalam sebuah riwayat menjelaskan bahwa bagian yang tertanam di Ka’bah adalah putih, seperti yang diriwayatkan oleh Mujahid dalam buku Akhbar Makkah. Ia berkata: “saya melihat rukun (hajar Aswad) tatkala Abdullah bin Zubair membongkar Ka’bah ternyata apa yang ada didalam Ka’bah itu adalah putih”.
Dengan demikian bahwa bagian yang hitam itu disebabkan oleh dosa-dosa dan ini bagian yang tampak dari Hajar Aswad. Dan Ibnu Zhahirah berkata: “Ketahuilah bahwa jika dosa-dosa itu memberi bekas di Hajar Aswad, maka bekasnya didalam hati tentu jauh lebih besar dan lebih berat. Karena itu hendaknya setiap orang menjauhi dosa-dosa itu”.
Hajar Aswad sebagai tanda untuk memulai thawaf dan mengakhirinya. Bangsa Arab Jahiliyah yang melangsungkan ibadah haji  warisan Nabi Ibrahim AS dan dan Nabi Ismail AS itu, betapapun penyimpangan-penyimpangan telah mereka lakukan, namun mereka tetap memelihara keselamatan Hajar Aswad itu sebagaimana yang ditinggalkan oleh pembangun Ka’bah, Nabi Ibrahm AS dan Nabi Ismail AS. Ketika Ka’bah dibangun lagi pada masa Nabi Muhammad SAW, beliau memperoleh kepercayaan untuk membawa Hajar Aswad ke tempat pemasangannya, pada sudut Ka,bah.
Hikmah Mencium Hajar Aswad
 Mencium Hajar Aswad sunnat bagi orang laki-laki. Mencium Hajar Aswad itu mengikuti amaliyah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan juga dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Nilai yang menonjol dalam mencium Hajar Aswad adalah nilai kepatuhan mengikuti sunnat Rasul. Dalam hubungan ini  riwayat tentang sahabat Umar ketika mencium Hajar Aswad mengatakan:
 Umar r.a berkata: “Sungguh aku mengetahui engkau hanyalah batu. Sekiranya aku tidak melihat kekasih ku Rasulullah SAW telah menciummu dan mengusapmu niscaya aku tidak akan mengusapmu dan menciummu” (HR Ahmad)
 Rasulullah SAW telah  memberikan tuntunan dalam bersikap terhadap Hajar Aswad sangat bijaksana. Jika mungkin, orang thawaf supaya mencium Hajar Aswad. Jika tidak mungkin cukup menyentuhnya denga tangan. Kemudian menyentuh tangannya yang telah menyentuh Hajar Aswad itu. Jika tidak mungkin, cukup beri isyarat dari jauh, dengan tangan atau tongkat yang dibawa kemudian menciumnya.
Dengan demikian mencium Hajar Aswad itu mencerminkan sikap kepatuhan seorang muslim mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Sedang thawaf mengelilingi Ka’bah 7 kali, kecuali mencerminkan sikap kepatuhan, mengingatkan orang yang thawaf bahwa yang membangun Ka’bah adalah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, yang menguatkan keyakinan bahwa Islam yang kita anut ini merupakan kelanjutan dari yang pernah diajarkan oleh Nabi Ibrahi AS. Shalat sunnat dua rakaat setelah thawaf di belakang Maqom Ibrahim AS tempat berdiri Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah) yang dilakukan sebelum mencium Hajar Aswad jika mungkin, juga mengingatkan adanya hubungan agama yang disampaikan Nabi Muhammad SAW dengan agama yang disampaikan Nabi Ibrahim AS. Perbuatan yang dilakukan dalam thawaf makin mengukuh keimanan dan ketauhidan kaum mukminin seta menatapkan ke Isalamannya.
Dalam hadits dijelaskan juga tentang kemuliaan Hajar Aswad :
 “Hajar Aswad itu tangan kanan Allah Azza Wajalla di muka bumi. Allah berjabat tangan dengan makhluk-Nya, seperti seseorang berjabatan tangan dengan saudaranya“.
(HR. Al Khatib dan Ibn ‘Asyakir).