Hikmah Pakaian Ihram

Pakaian ihram laki-laki terdiri dari dua lembar kain yang tidak berjahit. Warna tidak menjadi prinsip, tetapi yang menjadi prinsip adalah tidak berjahitnya itu. Hal ini dimaksudan pemakaiannya supaya melepaskan diri dari sifat-sifat buruk yang melekat pada dirinya, seperti merasa bangga, suka pamer kemewahan, sombong atau takabur. Betapapun mahalnya bahan pakaian kalau hanya diselendangkan saja pada badannya tidak akan mempunyai nilai kemewahan, tetapi jika sudah dijahit menjadi baju jas misalnya, maka barulah mempunyai arti untuk sebuah kemewahan. Tujuan lebih jauh ialah agar timbul rasa merendahkan diri dan hina dihadapan Tuhannya, dan rasa tidak memiliki apapun serta kekuatan apapun bagaikan bayi yang hanya dikenakan kain yang tidak berjahit, kecuali kain popok. Pakaian ihram juga mengingatkan pemakaiannya bahwa ketika lahir tidak seutas benangpun yang yeng melekat dibadannya dan kelak ketika meninggal dunia maka pakaian yang melekat di badannya hanya kain putih yang tak berjahit sebagai pembungkusnya.
Kemewahan pakaian dapat membangkitkan sikap hidup arogan atau sombong, yang ada pada akhirnya akan menjauhkan diri dari orang lain, tidak mau bergaul dengan orang lain, tidak mau mendengarkan apa kata orang dan lebih celaka lagi kalau tidak mau mendengarkan firman Allah atau sabda Rasulullah SAW. Sikap hidup yang demikian itulah yang membawa dirinya ke jurang kehancuran. Bukankah iblis diadzab Allah karena kesombongan, juga Namrudz, Fir’aun, dan Qarun. Berpakaian seperti yang telah ditentukan dalam rangka Ibadah Haji dan Umrah memberikan sentuhan-sentuhan yang lembut pada hati seseorang, sehingga dia sadar bahwa kesombongan itu akan berakhir pada kehancuran. Jika seseorang jatuh karena kesombongannya, maka sorak-sorak orang banyak ditujukan kepadanya dengan caci maki dan berbagai kutukan. Dalam sebuah Hadits Qudsy Allah berfirman: “Wahai manusia sesungguhnya engkau kelaparan. Akulah yang memberimu makan. Sesungguhnya engkau telanjang, Aku-lah yang memberi pakaian”.
Pada dasarnya mengenakan pakaian ihram adalah menanggalkan perhiasan dunia, yang penuh gemerlap dan cobaan. Allah berfirman:

 Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
(QS. Ali Imran : 14)
Mengenakan pakaian ihram merupakan ketentuan yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang menunaikan ibadah haji atau umrah, juga memiliki makna bagi pendidikan rohani, yaitu hakikat manusia itu. Allah hanya melihat iman, amal dan taqwa seseorang tanpa membedakan identitas dan strata sosial. Dalam hadits Rasulullah menjelaskan:
“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada identitas (sosial) dan tidak pula kepada harta mu, akan tetapi Allah melihat hati kamu dan amal-amalan kamu”. (HR. Muslim)
Dan dalam firman Allah SWT:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS. Al-Hujurat : 13)
Perjalanan haji merupakan perjalanan yang mulia dan suci di hadapan Allah SWT, karena tujuan perjalanan itu sendiri demikian suci, yakni akan menjadi tamu Yang Maha Suci dan dilaksanakan di tempat yang suci. Yakni Makkah Al-Mukarramah. Oleh karena itu, orang yang berihram sebenarnya sedang mensucikan dirinya dari berbagai hal yang dilarang. Sikap suci ini harus dimiliki oleh orang-orang yang akan bertamu kepada Allah SWT di Tanah Haram. Orang kafir tidak diperbolehkan memasuki kawasan itu. Firman Allah SWT:

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis,, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(QS. At-Taubah : 28)
Orang musyrik (kafir) yang kotor hatinya, karena tidak beriman, tidak pantas berdekatan dengan Allah SWT, di rumah Allah. Orang yang datang ke rumah Allah (Baitullah) adalah orang yang suci hatinya dan penuh keimanan dan ketaatan kepada Allah.